Ita Fauzia

Pengikut Muhammad SAW, Pengagum Al Fatih, Penggemar Sheilla On 7even, Penikmat Kopi, penyuka Rotiboy. Tidak pilih-pilih bacaan tapi pemburu buku diskonan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
33. Enid Blyton dan Kenangan Kampung Halaman
https://www.google.com/search?q=di+pulau+harta&safe=strict&sxsrf=ALeKk00BJgslcChpho0vyOnthU4eF-HSig:1585841601111&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwi6kbeqiMroAhUBxjgGHQn9DK4Q_AUoA3oECBgQBQ&biw=1034&bih=620#imgrc=Vnd9xOtTC4zKbM

33. Enid Blyton dan Kenangan Kampung Halaman

Kalau nggak salah hitung, hari ini sudah WFH hari ke 16. Jenuh pasti, bosan sudah barang tentu, pengen jalan-jalan jelas banget. Tapi tetap harus memaksa mengandangkan diri demi kadamaian dunia. Setelah seharian memindahkan pandangan bolak-balik HP – Laptop akhirnya mata saya jelalatan mencari buku fisik. Terus terang saya kehabisan buku fisik untuk dibaca, jadi saya putuskan mencari novel lawas untuk dibaca lagi. kemarin sudah terbaca The Nightingale sekalian nonton filmnya. Harus sembunyi-sembunyi nontonnya sebab ada adegan sexual abused-nya. Seperti yang sudah-sudah saya selalu kecewa dengan tontonan yang diadaptasi dari novel. Selalu lebih bagus novelnya kecuali The Hunger Games. Itu mungkin karena memang ditulis oleh penulis skenario.

Pandangan saja jatuh pada novel anak ringan milik anak saya. Hilangnya kucing Siam karya Enyd Bliton. Tahu kan? Pengarang Novel legendaris Lima Sekawan. Saya masih menyimpan beberapa novel jadul ini untuk diwariskan ke anak-anak. Sejuta jempol untuk Blyton, karyanya mampu dinikmati segala jaman. Dahulu pertama saya membaca karyanya saat masih bersekolah di dusun. Perpustakaan sekolah yang luas tidak sebanding dengan jumlah buku bacaan yang sedikit sekali. Sekolah juga terlihat sangat luas, lapangannya setengah lapangan bola sedang muridnya hanya 25 anak sekelas, Itu sudah jumlah semua anak dari tiga desa, tidak ada sekolah swasta.

Novel blyton mengingatkan saya pada masa kecil. Karya pertamanya yang saya baca adalah “Di Pulau Harta”. Sebagai anak pelosok desa usia sembilan tahun, saya tidak pernah membayangkan dimana itu Inggris, Hanya diberitahu Bu Guru orang Inggris itu seperti Londho (Belanda). Dulu, belum ada pelajaran Bahasa Inggris di SD. Saya menyebut Ge-or-ge bukan “Jordj”, begitupun An-ne bukan “Eni”. Sebagai pembaca awam yang hanya membaca majalah “mentari putera harapan”, novel anak ini menjadi bacaan yang wow. Saya tidak membacanya di rumah tapi di ladang setelah membantu Si Mbah matun. Ditemani semilir angin dan suara-suara alam, damai sekali.

Celakanya keinginan saya untuk membaca malah membuat keinginan pelang kampung saya membuncah. Kenangan masa kecil saya muncul bertubi-tubi, kerinduan sayapun menjadi-jadi. Pada akhirnya hanya bisa pasrah dan berdo’a semoga pandemik ini segera berakhir. Amin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post